Karbon dioksida sering menjadi berita utama karena dampaknya terhadap perubahan iklim. Namun, sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa karbon dioksida mungkin tidak sepenuhnya buruk. Para ilmuwan telah menemukan bahwa karbon dioksida sebenarnya dapat bermanfaat bagi sel-sel kita.
Sel-sel kita menggunakan hidrogen peroksida untuk membersihkan 'kekacauan' dan mengirim sinyal penting. Ketika kadar hidrogen peroksida menjadi terlalu tinggi, hal itu dapat menyebabkan sesuatu yang disebut stres oksidatif, yang dapat merusak sel-sel kita. Namun, karbon dioksida dapat membantu melindungi sel-sel kita dari stres oksidatif.
Ketika karbon dioksida hadir, ia menciptakan bikarbonat. Para ilmuwan dulu berpikir bahwa bikarbonat hanya menyeimbangkan tingkat pH, tetapi ternyata bikarbonat juga mengubah cara sel bereaksi terhadap hidrogen peroksida. Alih-alih menghasilkan radikal hidroksil berbahaya yang merusak DNA dan RNA, karbon dioksida mengubah reaksi untuk menghasilkan radikal karbonat, yang jauh lebih aman bagi sel-sel kita. Pikirkan menembakkan anak panah ke sasaran. Radikal hidroksil seperti ledakan senapan yang mengenai sasaran secara acak, sedangkan radikal karbonat seperti anak panah yang mengenai tepat sasaran.
Temuan ini dapat memiliki implikasi yang signifikan terhadap cara kita memahami dan mengobati penyakit. Stres oksidatif telah dikaitkan dengan banyak penyakit, termasuk kanker, penyakit yang berkaitan dengan usia, dan penyakit neurologis. Dengan memahami bagaimana karbon dioksida melindungi sel-sel kita, para ilmuwan mungkin dapat mengembangkan pengobatan baru untuk penyakit-penyakit ini.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa banyak penelitian ilmiah mungkin telah dilakukan dengan cara yang tidak mencerminkan dunia nyata. Para ilmuwan sering melakukan eksperimen di luar inkubator, yang berarti sel-sel tidak memiliki karbon dioksida. Tanpa karbon dioksida, sel-sel lebih mungkin mengalami kerusakan akibat stres oksidatif. Ini berarti bahwa hasil dari banyak penelitian ilmiah mungkin tidak dapat diandalkan.
Cynthia Burrows, seorang profesor kimia terkemuka dan penulis senior studi tersebut, percaya bahwa para ilmuwan perlu menambahkan bikarbonat ke eksperimen mereka untuk memastikan hasil yang lebih akurat. Ini akan membantu memastikan bahwa kondisi laboratorium lebih mencerminkan kondisi di dalam tubuh kita.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyoroti pentingnya karbon dioksida dalam tubuh kita. Meskipun penting untuk terus mengurangi emisi karbon dioksida untuk memerangi perubahan iklim, penting juga untuk mengenali manfaat kesehatannya yang potensial.
Referensi:
Aaron M Fleming, Justin C Dingman, Cynthia J Burrows. CO2 protects cells from iron-Fenton oxidative DNA damage in E. coli and humans. PNAS (in press), 2024 DOI: 10.1101/2024.08.26.609766
Sel-sel kita menggunakan hidrogen peroksida untuk membersihkan 'kekacauan' dan mengirim sinyal penting. Ketika kadar hidrogen peroksida menjadi terlalu tinggi, hal itu dapat menyebabkan sesuatu yang disebut stres oksidatif, yang dapat merusak sel-sel kita. Namun, karbon dioksida dapat membantu melindungi sel-sel kita dari stres oksidatif.
Ketika karbon dioksida hadir, ia menciptakan bikarbonat. Para ilmuwan dulu berpikir bahwa bikarbonat hanya menyeimbangkan tingkat pH, tetapi ternyata bikarbonat juga mengubah cara sel bereaksi terhadap hidrogen peroksida. Alih-alih menghasilkan radikal hidroksil berbahaya yang merusak DNA dan RNA, karbon dioksida mengubah reaksi untuk menghasilkan radikal karbonat, yang jauh lebih aman bagi sel-sel kita. Pikirkan menembakkan anak panah ke sasaran. Radikal hidroksil seperti ledakan senapan yang mengenai sasaran secara acak, sedangkan radikal karbonat seperti anak panah yang mengenai tepat sasaran.
Temuan ini dapat memiliki implikasi yang signifikan terhadap cara kita memahami dan mengobati penyakit. Stres oksidatif telah dikaitkan dengan banyak penyakit, termasuk kanker, penyakit yang berkaitan dengan usia, dan penyakit neurologis. Dengan memahami bagaimana karbon dioksida melindungi sel-sel kita, para ilmuwan mungkin dapat mengembangkan pengobatan baru untuk penyakit-penyakit ini.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa banyak penelitian ilmiah mungkin telah dilakukan dengan cara yang tidak mencerminkan dunia nyata. Para ilmuwan sering melakukan eksperimen di luar inkubator, yang berarti sel-sel tidak memiliki karbon dioksida. Tanpa karbon dioksida, sel-sel lebih mungkin mengalami kerusakan akibat stres oksidatif. Ini berarti bahwa hasil dari banyak penelitian ilmiah mungkin tidak dapat diandalkan.
Cynthia Burrows, seorang profesor kimia terkemuka dan penulis senior studi tersebut, percaya bahwa para ilmuwan perlu menambahkan bikarbonat ke eksperimen mereka untuk memastikan hasil yang lebih akurat. Ini akan membantu memastikan bahwa kondisi laboratorium lebih mencerminkan kondisi di dalam tubuh kita.
Secara keseluruhan, penelitian ini menyoroti pentingnya karbon dioksida dalam tubuh kita. Meskipun penting untuk terus mengurangi emisi karbon dioksida untuk memerangi perubahan iklim, penting juga untuk mengenali manfaat kesehatannya yang potensial.
Referensi:
Aaron M Fleming, Justin C Dingman, Cynthia J Burrows. CO2 protects cells from iron-Fenton oxidative DNA damage in E. coli and humans. PNAS (in press), 2024 DOI: 10.1101/2024.08.26.609766